-
Pertanyaan tentang pacaran beda iman atau pacaran beda agama sepertinya merupakan salah satu pertanyaan yang paling sering ditanyakan,
-
Kata Siapa Yesus Itu Tuhan?
Banyak orang yang bilang kalau alkitab tidak pernah menyebutkan kalau Yesus adalah Tuhan dan Yesus tidak pernah menyebut dirinya adalah Tuhan. -
Memperoleh Keselamatan Kekal
Manusia hidup di dunia hanyalah untuk sementara. Namun banyak sekali orang yang khawatir bagaimana kalau mereka meninggal nanti, -
Kuasa Doa
Doa adalah nafas orang percaya. Pernyataan di atas sering kali kita dengar dan tidak asing lagi di telinga kita. Namun
Mendengar kata saat teduh atau sering disingkat “SaTe” mungkin sangat tidak asing bagi kebanyakan orang Kristen, bahkan saya rasa hampir semua umat Kristen setuju bahwa saat teduh itu sangat penting untuk dilakukan. Tetapi sayangnya tidak semua umat Kristen melakukan saat teduh ini, bahkan ada banyak juga yang tidak tahu apakah sebenarnya saat teduh itu. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini saya akan mencoba membahas apa sebenarnya esensi dari saat teduh dan secara singkat menjelaskan tentang saat teduh itu sendiri.
Apa itu saat teduh?
Saat teduh adalah saat dimana kita hanya berdua saja dengan Tuhan dimana kita dapat berinteraksi dengan Tuhan dan merenungkan Firman-Nya. Dari namanya (Saat Teduh), kita dapat mengetahui bahwa waktu saat teduh adalah waktu dimana hati kita dapat tenang berdua saja dengan Tuhan.
Apa saja yang dilakukan pada waktu saat teduh?
Ada banyak hal yang dapat dilakukan waktu saat teduh. Kita bisa berdoa, bernyanyi bagi Tuhan, membaca Firman Tuhan, membaca renungan, dll. Namun biasanya di dalam saat teduh ada firman Tuhan yang masuk ke dalam hati dan pikiran kita karena Tuhan biasanya berbicara melalui Firman-Nya. Tidak heran kita dapat melihat begitu banyak renungan harian yang berisi bahan untuk kita melakukan saat teduh dan dewasa ini saat teduh sangat identik dengan renungan harian.
Kapan waktu saat teduh yang paling baik?
Saat teduh dilakukan setiap hari karena Tuhan mau berbicara kepada kita setiap hari, waktu yang paling baik biasanya adalah pada pagi hari sebelum kita memulai aktivitas karena di pagi hari biasanya kita belum banyak memikirkan hal yang lain sehingga kita bisa fokus kepada Tuhan. Di pagi hari juga Tuhan mau berbicara kepada kita terlebih dahulu sebelum kita memulai aktivitas kita. Namun sebenarnya saat teduh sebaiknya dilakukan di waktu terbaik yang kita punya dimana kita dapat fokus dan tenang. Pada ibu rumah tangga misalnya, mungkin saja pada pagi hari begitu bangun langsung disibukkan dengan berbagai persiapan suami pergi ke kantor dan anak – anaknya pergi sekolah, dalam kasus ini mungkin saja pagi hari akan sangat sulit untuk melakukan saat teduh, mungkin waktu yang tepat untuk ibu ini adalah siang hari di mana dia sudah menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Ada juga orang yang lebih nyaman untuk saat teduh pada malam hari sebelum tidur, ada juga yang bahkan saat teduh pada malam dan pagi hari.
Apakah Tuhan Yesus melakukan saat teduh?
Tentu saja, Tuhan Yesus sendiri melakukan saat teduh pada pagi hari dimana hari masih gelap sebelum memulai pelayanannya dan pada malam hari setelah pelayanannya selesai.
Markus 1:35, Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana.
Matius 14:23, Dan setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Ketika hari sudah malam, Ia sendirian di situ.Kenapa ya untuk saat teduh sepertinya sulit sekali?
Memang untuk dapat memulai saat teduh, apalagi untuk setia bersaat teduh setiap hari tidaklah mudah. Diperlukan usaha dan kasih karunia agar kita dapat setia melakukan saat teduh ini. Tipsnya adalah kita dapat membentuk kelompok kecil dengan saudara seiman dimana di dalam kelompok ini dapat saling menguatkan dan saling mengingatkan tentang saat teduh ini. Tidak perlu malu jika saat teduh masih bolong – bolong. Jangan pernah menyerah jika sudah sekian lama kita masih saja suka bolong – bolong saat teduhnya. Iblis memang tidak suka anak Tuhan melakukan saat teduh karena iblis tidak mau kita bisa lebih dekat kepada Tuhan, oleh karena itu pasti akan selalu ada godaan untuk tidak melakukan saat teduh.
Apa sih yang bisa kita peroleh dari saat teduh ini?
Wah banyak sekali, yang pasti kita akan lebih intim kepada Tuhan dan memperoleh lebih lagi pengenalan akan Tuhan. Selain itu, dengan saat teduh kita bisa mengetahui apa yang ingin Tuhan katakan kepada kita dan apa yang Tuhan mau kita lakukan pada hari itu. Yang pasti coba lakukan dulu deh dan rasakan sendiri manfaat yang luar biasa dari saat teduh setiap hari.
Bahan saat teduh bisa kita dapatkan darimana ya?
Banyak sekali, jika tidak tidak ada renungan harian, membaca alkitab juga sudah cukup kok. Renungan harian dapat diperoleh dari banyak sumber, bisa membeli bukunya atau kalau mau gratis ada banyak aplikasi renungan harian di smartphone. Untuk blackberry ada aplikasi “Christian Pocket Guide” atau “Alkitabku”. Untuk android ada aplikasi “Alkitabku”, “Alkitab” keluaran yuku, “warungSaTekamu”, dll. Apapun media yang dipakai selama kita dapat menggunakannya dengan benar bisa jadi berkat untuk kita kok.
Selamat bersaat teduh...
Mazmur 119:105, Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.-N.L.H-
Ringkasan Sejarah Perhambaan 536 sM – 1948 M
536 sM – Nebukadnezar menguasai Israel dan menghancurkan Bait Suci. Perhambaan di Babel selama 70 tahun.
457 sM - Karena Kerajaan Babel dikalahkan Kerajaan Medo-Farsi, Raja Koresh membebaskan bangsa Yahudi kembali membangun Yerusalem dan Bait Suci.
457 sM – 332 sM – Israel di bawah Kerajaan Medo-Farsi (kini Iran) dengan Koresh, Darius, Artahsasta sampai Iskandar Agung berkuasa di Timur Tengah
332 sM – 63 sM – Pertama Yunani lalu Israel menjadi wilayah kacau dengan berbagai pemerintahan Yunani, Mesir dan Syria sampai tiba Pompey Agung dengan tentara Roma.
63 sM – 638 M - Kerajaan Roma dan Bizantium berkuasa sampai tiba tentara Islam dari Arab Saudi yang membawa Timur Tengah di bawah kedaulatan Arab-Islam sampai tentara Turki menguasainya pada Abad ke-15.
30 M – 70 M – Perpecahan masyarakat Yahudi sehingga terjadi dua bagian besar: Yahudi tradisional yang masih menantikan kedatangan Mesias dan Yahudi Mesianik yang percaya Mesias sudah datang yaitu Yesus. Pada tahun 70 M Yerusalem dan Bait Suci dihancurkan oleh General Titus, putera Kaisar Vespanianus, yang kemudian menjadi Kaisar Roma juga.
115 M – 117 M – Perang Kitos – perang terakhir orang-orang Yahudi terhadap Kerajaan Roma dan Kaisar Hadrian. Komunitas-komunitas Yahudi yang sudah mengungsi ke Cypus, Libya, Mesir, Syria dan Iraq telah memberontak terhadap Roma sehingga pembunuhan massal ratusan ribu masyarakat Yahudi menyusul dan sisanya terbuang untuk mengembara di berbagai bangsa di dunia.
131 M – 136 M – Kaisar Hadrian membunuh 580.000 ribu Yahudi, mengubah nama Yerusalem menjadi Aelia Capitolina, dan nama Israel diubah menjadi Syria Palestina dalam usaha Kaisar Hadrian untuk memusnahkan total bangsa Yahudi.
638 M – 1453 M – Israel dikuasai tentara Arab-Islam sampai Kerajaan Ottoman (Turki) berkuasa.
1453 – 1918 – Israel adalah bagian dari Kerajaan Ottoman.
1918 – 1947 – Israel di bawah Kerajaan Inggris
1948 - Mei 14, 1948, Israel dinyatakan BANGSA MERDEKA oleh PBB.
1967 - Perang Enam Hari – Yerusalem dimerdekakan
1973 - Perang Yom Kippur
1980 - Pemerintah Israel menyatakan bahwa Yerusalem adalah Ibu Kota Israel.
Setelah sekitar 2520 Israel sudah merdeka dengan Yerusalem sebagai Ibu Kota dan inilah sesuatu yang ajaib. Sejak Nebukadnezar (536 sM) sampai 1980, inilah pertama kali Israel merdeka dan Yerusalem adalah Ibu Kotanya!
Nubuatan-nubuatan tentang Israel
Israel diperingati oleh Tuhan bahwa kedurhakaannya akan menyebabkan Israel dihukum. Hukuman itu akan nyata dalam beberapa hal:
- Israel akan kehilangan kontrol atas bangsanya selama 2520 tahun. Ini disebut nubuatan 7 masa (7 x 360 = 2520 hari yang menjadi 2520 tahun – lihat prinsip 1 hari menjadi 1 tahun dalam Yehezkiel 4:6-8), Imamat 26:18-28. Awal penggenapannya adalah di zaman Nebukadnezar sehingga dia mengalami kegilaan 7 masa, Daniel 4:16-32.
- Israel akan diusir dari bangsanya, Bait Suci akan dihancurkan dan mereka akan dikejar-kejar dan dibunuh di mana-mana atas permukaan bumi karena kejahatannya di hadapan Tuhan, Imamat 26:31-33; Ulangan 28:33-37; Lukas 21:20-24.
- Israel akan dibawa pulang ke tanah airnya dari antara segala bangsa, sehingga bangsa yang mati, bangkit kembali, Ulangan 30:3-5; Yeremia 23:3-8; Yehezkiel 36:22-24; Roma 11:11-26.
- Setelah orang-orang Yahudi kembali dan Israel lahir kembali, dan bangsa-bangsa sekitar digoncangkan maka akan terjadi kegerakan rohani besar sehingga akan ada jalan raya dari Mesir melalui Israel ke Asyur (Iraq/Syria) dan bangsa-bangsa itu, dan suku-suku Arab lainnya, akan menjadi percaya kepada Yesus. Yerusalem akan menyambut Yesus sebagai Mesias, Yesaya 19:19-25; 60:1-22; Yehezkiel 36:24-36; Matius 23:39.
Tanggapan Umat Kristen terhadap Israel
Ada dua pandangan utama dalam sejarah Gereja terhadap nasib Israel.
1. Pandangan bahwa Israel adalah bangsa terkutuk yang dimurkai Tuhan
Mulai dari zaman ahli theologia gereja, Augustine dari Hippo, Aljazir, pada abad ke-4, pandangan umum gereja adalah sangat negatif. Orang-orang Yahudi dianggap oleh gereja sebagai hama yang harus dimusnahkan. Orang-orang Yahudi dianggap sebagai pembunuh Mesias, pembunuh Allah! Oleh karena itu, kemana pun mereka pergi, mereka dianiaya, dibunuh atau diusir. Penganiayaan selama 1600 tahun itu memuncak pada abad ke-20 dengan 4 juta orang Yahudi tewas dalam pogrom-pogrom Rusia dari tahun 1917-1965 dan pembunuhan massal 6 juta orang Yahudi oleh bangsa kelahiran Protestan, Jerman, dengan pertolongan 26 Synode Gereja Lutheran yang mendukung Adolf Hitler. Ini posisi resmi Gereja Lutheran dalam Konferensi Lutheran tahun 1935.
Gereja Anglikan, Gereja Katolik dan banyak gereja tradisional lainnya telah mengambil sikap serupa dalam penolakan orang Yahudi dan pandangan bahwa kini gereja telah menggantikan Israel sebagai Umat Allah. Sebagian besar dari gereja-gereja itu, sampai sekarang, melawan Israel dan mendukung hak orang-orang Arab Palestina untuk menguasai seluruh wilayah Israel sebagai tanah airnya dan Yerusalem sebagai ibu kota Palestina.
2. Pandangan bahwa Israel akan dipulihkan Allah sebagai bangsa
Berdasarkan keyakinan bahwa nubuatan-nubuatan Alkitab menyatakan bahwa Allah setia kepada janji-Nya dan bahwa bangsa Israel harus dipulihkan di akhir zaman mendahului kedatangan kembali Tuhan Yesus, gereja-gereja Injili, Karismatik dan Pentakosta telah mengambil pandangan positif terhadap Israel. Sebagian besar dari kelompok ini percaya bahwa gereja tidak menggantikan Israel tetapi gereja adalah bagian integral dari Israel yang sesungguhnya, yaitu semua orang yang percaya yang menjadi anak-anak Abraham, Roma 9:6-8; 11:11-24; Galatia 3:29. Pandangan ini percaya bahwa pemulangan orang-orang Yahudi ke tanah Israel adalah kehendak Allah pada akhir zaman.
EMPAT PERANG DAN KEMERDEKAAN ISRAEL
Untuk memperjuangkan kemerdekaan dan sejak kemerdekaannya, Israel telah terlibat dalam empat perang besar:
1. Perang Kemerdekaan – 1947-1948
Hanya dua tahun setelah Hitler mati dan Perang Dunia ke-2 berakhir, ratusan ribu orang Yahudi yang telah selamat dari barak-barak pembunuhan Hitler, dan penganiayaan bangsa-bangsa Kristen Eropa, telah berusaha kembali ke Israel. Penghalang utama adalah perlawanan bangsa Inggris yang sudah berjanji kepada bangsa-bangsa Arab bahwa mereka akan menolak para pengungsi Yahudi. Kapal-kapal pengungsi ditenggelamkan Angkatan Laut Inggris, namun usaha kembali ke tanah airnya berhasil. Setelah 2 tahun perang gerilyawan melawan Inggris dan penduduk Arab, akhirnya Inggris mundur dan menyerahkan persoalannya kepada PBB yang telah mengakui kedaulatan bangsa Israel pada tanggal 14 Mei 1948.
Dengan proklamasi kemerdekaan tersebut, Yordan, Syria, Lebanon, Mesir dan Iraq, dengan dukungan bangsa-bangsa Arab lain telah menyerang Israel. Wilayah PBB di Tepi Barat dan sekitar Yerusalem (Yerikho sampai Ramallah dan Yerusalem sampai Hebron) diambil alih oleh Yordan. Gaza dan sebagian Sinai yang masuk Israel, diambil oleh Mesir dan ketinggian Golan dikuasai oleh Syria. Desa-desa Arab telah memberontak sekaligus untuk memusnahkan desa-desa Yahudi. Secara mukjizat, orang-orang Yahudi menang, walaupun kehilangan akses ke wilayah-wilayah yang dulu dikuasai PBB. Orang-orang Yahudi diusir dari Tepi Barat dan semua wilayah yang dikontrol Yordan, namun Israel tetap berdaulat dan merdeka.
2. Perang Suez – 1956 – penguatan kedaulatan perbatasan nasional
General Nasser, Presiden Mesir telah ambil alih Terusan Suez dari Inggris. Israel telah menjadi sekutu Inggris dan Perancis dan telah menggunakan kesempatan untuk mengambil ulang beberapa wilayahnya yang diambil Mesir pada tahun 1948 di pinggiran wilayah Sinai dan menguatkan perbatasannya di bagian selatan Israel.
3. Perang Enam-Hari – 1967 – merebut kontrol atas Bukit Moria (lokasi Bait Suci)
Selama beberapa tahun 1965-1967 ada krisis air yang mengganggu hubungan Israel dengan bangsa-bangsa Arab. Israel sudah mulai mengambil air dari Danau Galilea untuk irigasi sampai ke wilayah padang gurun Negev. Syria sudah mulai membalas dengan rencana mengalihkan aliran air sungai Yordan ke arah Syria supaya tidak lagi mengisi Danau Galilea. Oleh karenanya terjadi perang. Dalam enam hari saja Israel telah mengalahkan bangsa-bangsa Arab sehingga Israel sanggup memperluas kekuasaannya, perbatasannya dan kontrol atas kota Yerusalem. Pada waktu itu penduduk Yahudi di Israel adalah 2.3 juta orang. Penduduk bangsa Arab pada waktu yang sama adalah 125 juta.
4. Perang Yom Kippur – 1973 – menguat posisi di Tepi Barat
Perang 1973 disebut Perang Yom Kippur karena hari awal perang adalah Yom Kippur atau Hari Pendamaian, hari paling kudus di Israel di mana tidak ada yang bekerja dan seluruh bangsa berpuasa. Di saat itu, tanpa diduga, Israel diserang oleh Iraq, Syria, Yordan, Arab Saudi, Mesir dan Libanon. Pada awal perang Israel seperti kalah dan mundur tetapi tiba-tiba, di bawah pimpinan General Moshe Dayan, Israel melakukan manuver militer sehingga mereka menangkap seluruh tentara Mesir, Syria dan Yordan. Dalam 24 jam berikut Israel akan masuk menguasai Kairo, Damsyik dan Amman. Namun USA dan Rusia berkata kepada Israel, “Stop! Kamu sudah cukup mempermalukan mereka!” Maka perang itu berakhir dengan Israel sebagai pemenang.
Bagaimana di masa depan?
Nubuatan Perang Akhir – Perang Harmagedon
Kini populasi Yahudi di Israel adalah 6 juta orang dan populasi Arab di Timur Tengah adalah 360 juta dalam 22 negara. Kemungkinan terjadi perang lagi selalu ada namun karena “musim semi Arab” kemungkinan terjadi perang besar lagi dari bangsa-bangsa Arab sudah berkurang. Ada begitu banyak masalah di Iraq, Libanon, Libya, Syria dan Mesir sehingga perang lagi rupanya masih jauh. Namun, yang non-Arab, Iran, rupanya menjadi ancaman terbesar kini dengan kemungkinan membuat roket dan bom nuklear.
Walaupun demikian, Alkitab masih menubuatkan suatu perang besar lagi yang akan terjadi di Israel dan perang itu disebut Perang Harmagedon. Perang itu dibahas dalam Yehezkiel 38-39 dan dalam Wahyu 16 dan Wahyu 19 menjelang kedatangan kembali Yesus. Untuk kita yang penting adalah selalu dekat kepada Yesus sebab hanya Dia adalah jaminan kita.
Mazmur 91:2-11, “Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai.” Sungguh, Dialah yang akan melepaskan engkau dari jerat penangkap burung, dari penyakit sampar yang busuk. Dengan kepak-Nya Ia akan menudungi engkau, di bawah sayap-Nya engkau akan berlindung, kesetiaan-Nya ialah perisai dan pagar tembok. Engkau tak usah takut terhadap kedahsyatan malam, terhadap panah yang terbang di waktu siang, terhadap penyakit sampar yang berjalan di dalam gelap, terhadap penyakit menular yang mengamuk di waktu petang. Walau seribu orang rebah di sisimu, dan sepuluh ribu di sebelah kananmu, tetapi itu tidak akan menimpamu. Engkau hanya menontonnya dengan matamu sendiri dan melihat pembalasan terhadap orang-orang fasik. Sebab TUHAN ialah tempat perlindunganmu, Yang Mahatinggi telah kaubuat tempat perteduhanmu, malapetaka tidak akan menimpa kamu, dan tulah tidak akan mendekat kepada kemahmu; sebab malaikat-malaikat-Nya akan diperintahkan-Nya kepadamu untuk menjaga engkau di segala jalanmu.”
Artikel ini merupakan sambungan dari Usaha Mendirikan Negara Israel
Bersambung ke Israel yang Sesungguhnya Masa Kini
Setelah kita menyelidiki perkembangang berbagai bentuk Sionisme dalam Artikel sebelumnya, kini kita akan melihat usaha-usaha Sionisme dalam mendirikan negara Israel sebagai Tanah Air kaum Yahudi sedunia. Orang-orang Yahudi di diaspora (pengasingan) sudah dibenci dan dianiaya di Eropa dan penguasa baru di Palestina, Kerajaan Inggris juga menjadi penjajah, penganiaya dan penghalang dalam usaha mendirikan negara Israel. Di dalam beberapa artikel berikut, kita akan melihat berbagai tantangan yang dihadapi kaum Yahudi sehingga mudah disimpulkan bahwa adalah mustahil impian berdirinya bangsa Israel akan bisa menjadi realita. Bilamana Israel kemudian menjadi negara merdeka dan berdaulat adalah mukjizat sejarah dan ekistensinya ke depan tetap merupakan suatu tantangan besar.
Sionisme — Sarana untama Pemulangan Bangsa Yahudi
Sarana utama yang Allah pakai untuk memulihkan masyarakat Yahudi kembali ke tanah Israel adalah gerakan Sionisme. Sionisme adalah gerakan agamawi dan sosio-politik yang mempromosikan pemulangan bangsa Yahudi ke Tanah Israel. Di dalam hati semua orang Yahudi ada perasaan tidak utuh bila mereka di luar Israel.
Mazmur 137:4-6, “Bagaimanakah kita menyanyikan nyanyian TUHAN di negeri asing? Jika aku melupakan engkau, hai Yerusalem, biarlah menjadi kering tangan kananku! Biarlah lidahku melekat pada langit-langitku, jika aku tidak mengingat engkau, jika aku tidak jadikan Yerusalem puncak sukacitaku!”
Kerinduan itu sudah mendalam di hati setiap orang Yahudi sejak pembuangannya dari Israel pada waktu penghancuran Bait Suci di tangan Roma pada tahun 70 M. Di abad ke-19 dan abad ke-20, keinginan Yahudi itu sudah meninggi.
Mimpi Yahudi: Pemulihan Israel
Selama masa Diaspora, masa Israel mengembara di luar wilayah Palestina, selamanya ada orang-orang Yahudi yang tinggal di wilayah Palestina. Kebanyakan telah tinggal di daerah Galilea, dan kadang-kadang mereka diizinkan mengunjungi dan tinggal di dekat kawasan Bukit Moria, bukit letaknya Bait Suci dulu di Yerusalem. Tembok Ratapan menmjadi tempat ziarah yang diizinkan bagi mereka.
Walaupun jumlahnya tidak banyak, namun ada keyakinan bahwa satu ketika mereka akan melihat suatu pemulangan massal menjelang kedatangan Mesias. Hal yang sama diyakini umat Kristen sehingga baik umat Yahudi dan umat Kristen telah memiliki kepentingan yang serupa. Maimonides, seorang rabi yang terkenal, bersama dengan cukup banyak rabi lainnya mengedepankan visi itu. Mereka telah yakin sekali bahwa Mesias akan mendatangkan perdamaian universal.
Selama berabad-abad ada usaha-usaha untuk orang-orang Yahudi kembali ke Palestina tetapi kebanyakan usaha telah gagal. Hanya dengan munculnya gerakan Sionis pada bagian kedua abad ke-19, baru terjadi pemulangan signifikan sehingga kini ada 6 juta dari 16 juta orang Yahudi di dunia yang tinggal di Israel.
Peranan Inggris
Pemikiran untuk membantu pemulangan bangsa Yahudi telah mulai dibahas secara umum di Inggris pada Abad ke-19. Tidak semua masyarakat Inggris yang menyetujui pemulangan tersebut, namun mayoritas telah mendukungnya. Pandangan sebagian mereka dibentuk oleh keyakinan pada perjanjian Allah dalam Alkitab. Yang lain karena faham filosofi Semitisme, khususnya antara kaum elit yang berpendidikan tinggi atau oleh pandangan politik bahwa pemulangan tersebut akan membantu perluasan Kerajaan Inggris.
Atas dorongan Lord Shaftesbury, pemerintah Inggris telah menetapkan konsulat pertama di Yerusalem pada tahun 1838. Ini adalah pos diplomatik pertama di Tanah Israel. Pada tahun 1839, Gereja Skotlanda mengutus Andrew Bonar dan Robert Murray M'Cheyne untuk menyelidiki dan melaporkan keadaan orang-orang Yahudi di Palestina. Laporan mereka diterbitkan dan disebarkan secara luas sehingga diedarkan “Memorandum kepada semua kepala Kerajaan Protestan Eropa guna Pemulihan bangsa Yahudi ke Palestina.” Pada bulan Agustus 1840, surat kabar ‘The Times’ telah melaporkan bahwa pemerintah Inggris sedang mempertimbangkan persetujuan untuk mendukung pemulangan bangsa Yahudi.
Lord Lindsay menulis pada tahun 1847: “Tanah ladang-ladang Palestina masih sedang menikmati sabat-sabatnya, dan sedang menantikan pemulangan anak-anaknya yang sudah dibuang, dan aplikasi industri, yang sesuai dengan kapasitas pertaniannya, agar meledak dengan perkembangan kekayaan dan kesuburan universal, lalu menjadi sama seperti pernah ada di zaman Salomo.” Janji Damai Paris (1856) telah memberikan hak kepada orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristen untuk tinggal di Palestina dan janji tersebut telah membuka jalan untuk imigrasi makin banyak orang Yahudi. Dalam bukunya pada tahun 1876, Daniel Deronda, George Eliot semakin kuat mendukung pemulangan masyarakat Yahudi: “Pemulihan negara Yahudi yang didirikan di tanah yang lama sebagai pusat perasaan nasional, merupakan suatu sumber perlindungan yang terhormat, suatu jalur khusus untuk energi spesial agar ada ketambahan suara di majelis-majelis dunia.” Maksudnya, pemulangan Yahudi adalah sesuatu yang penting dan terhormat bagi bangsa-bangsa.
Benjamin Disraeli, seorang Perdana Menteri Inggris, menulis sebuah artikel berjudul: "Soal Yahudi adalah Tujuan Perjuangan Mulia” (1877) yaitu bahwa di dalam jangka waktu 50 tahun akan ada sejuta orang Yahudi yang tinggal di Palestina di bawah perlindungan dan bimbingan Inggris. Seorang Yahudi terkemuka di Inggris, Moses Montefiore telah mengunjungi Tanah Israel tujuh kali untuk mengembangkan pemulihannya.
Karena Kerajaan Ottoman telah menyerah kepada tuntutan Kerajaan Inggris di wilayah Palestina sehingga Kerajaan Inggris diizinkan mendirikan Misi Diplomatik dan untuk memulai berbagai kegiatan dan proyek sosial di seluruh wilayah Palestina. Maka pemerintah Inggris telah mulai membangun banyak rumah sakit, proyek-proyek ilmiah, arkeologi dan pembangunan perkambungan baru untuk orang-orang Yahudi yang sedang kembali ke Palestina di bagian akhir abad ke-19. Hal itu terjadi demi kepentingan Inggris dalam melindungi jalan menuju India yang dianggap sangat penting demi kejayaan Inggris.
Para pemimpin Sionis telah menganggap Inggris sebagai calon sekutu dalam perjuangannya untuk pemulangan ke tanah nenek moyangnya. Pada waktu itu Inggris bukan saja negara adidaya terkuat; Inggris juga adalah negara di mana orang-orang Yahudi telah tinggal berabad-abad dalam keadaan aman dan damai – antara mereka adalah para pemimpin politik dan budaya Inggris yang sangat berpengaruh seperti Disraeli, Montefiore dan Lord Rothschild.
Penemuan Chaim Weizmann, yaitu sejenis bahan peledak (cordite) yang sangat penting demi kemenangan Inggris dan sekutunya dalam Perang Dunia Ke-1. Dalam pertemuan-pertemuannya dengan Perdana Menteri Inggris, Lloyd George dan Pemimpin Utama Angkatan Laut Inggris Winston Churchill, Weizmann, pemimpin gerakan Sionis sejak 1904, menjadi sanggup memajukan tujuan Sionis dalam masa perang yang sangat menguntungkan visi Sionis tersebut.
Harapan mereka itu terealisir pada tahun 1917 waktu Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur Balfour, membuat deklarasi yang sangat terkenal yang bertujuan untuk “mendirikan di Palestina sebuah rumah nasional untuk masyarakat Yahudi”. Deklarasi tersebut telah menggunakan kata ‘rumah’ daripada kata ‘negara’ dan telah menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak boleh “mengganggu hak sipil dan hak agama masyarakat non-Yahudi yang juga mendiami wilayah Palestina.”
Dukungan Inggris dan Bangsa-bangsa lain
Sepanjang abad ke-19 sampai di awal abad ke-20, pemulangan bangsa Yahudi ke Tanah Kudus telah didukung secara luas oleh tokoh-tokoh yang sangat berpengaruh, misalnya Ratu Victoria (Inggris), Raja Edward VII (Inggris), Presiden John Adams (USA), General Smuts (Afrika Selatan), President Masaryk (Czechoslovakia), Lloyd George (Perdana Menteri Inggris), Arthur Balfour (Menteri Luar Negeri dan kemudian Perdana Menteri Inggris), President Woodrow Wilson (USA), Benedetto Croce (ahli filosof dan sejarahwan Italy), Henry Dunant (pendiri Yayasan Palang Merah dan penulis Konvensi Geneva tentang hak-hak azasi), Fridtjof Nansen (ilmuwan Norwegia dan pendukung hak-hak kemanusiaan).
Di masa itu pemerintah Perancis, melalui salah satu menteri, M. Paul Cambon, telah komit secara resmi untuk mendukung “pemulihan nasional hak kewarganegaraan orang-orang Yahudi di tanah dari mana masyarakat Israel itu diusir begitu banyak abad yang lalu”. Bahkan di China di zaman pemerintahan Nasionalis sebelum zaman komunis, Wang, Menteri Luar Negeri, menyatakan bahwa “pemerintah Nationalis adalah penuh simpati dengan masyarakat Yahudi dalam keinginannya untuk mendirikan sebuah negara bagi dirinya sendiri.”
Pada tahun 1873, Shah Nasr-ed-Din (Raja Persia-Iran) telah bertemu dengan para pemimpin Yahudi Inggris, termasuk Sir Moses Montefiore, dalam perjalanannya ke Eropa. Pada waktu itu, pemimpin Persia telah mengusulkan bahwa orang-orang Yahudi membeli tanah di Palestina agar mendirikan negara untuk masyarakat Yahudi.
Raja Faisal I dari Iraq juga telah mendukung ide Sionisme lalu menandatangani kesepakatan Faisal-Weizmann pada tahun 1919. Dia tulis: “Kami masyarakat Arab, khususnya kami yang berpendidikan, memandang dengan simpati yang mendalam gerakan Sionis. Delegasi kami di sini di Paris memahami sepenuhnya semua proposal yang diajukan kemarin kepada wakil organisasi Sionis yang mengikuti Konferensi Perdamaian, dan kami menganggap proposal-proposal itu moderat, tepat dan sesuai.”
Baik dalam mandat Palestina dari League of Nations 1922 dan mandat PBB untuk Partisi Palestina tahun 1947 telah mendukung tujuan Sionisme untuk memiliki tanah air untuk masyarakat Yahudi. Kesepakatan pada tahun 1947 itu adalah kesepakatan langkah antara Uni Soviet dan USA di zaman Perang Dingin.
Arthur Balfour: Menteri Luar Negeri dan Perdana Menteri Inggris
Balfour, seorang yang telah berjabat sebagai Menteri Luar Negeri dan sebagai Perdana Menteri Inggris telah memperjuangkan Palestina sebagai “rumah” tempat kediaman Yahudi dan bukan sebagai “negara”. Walaupun dia mengingini wilayah Palestina menjadi negara Israel, dia juga menyadari bahwa hak-hak masyarakat Arab yang sudah lebih 1000 tahun mendiami Palestina bersamaan dengan masyarakat Yahudi. Di kebanyakan waktu selama 1000 tahun itu, masyarakat Arab merupakan mayoritas penduduk setempat. Deklarasi Balfour diumumkan pada tanggal 2 November 1917.
Pada zaman itu, pemerintahan Inggris telah memiliki kuasa politik atas Yerusalem dan Tanah Perjanjian, dan sudah berinklinasi untuk mendukung pemulangan bangsa Yahudi. Namun, pemerintahan lokal di wilayah Palestina tidak menyetujui peningkatan masyarakat Yahudi yang tentu akan terjadi bila pemulangan Yahudi diizinkan.
Persahabatan Arthur Balfour dan Chaim Weizmann
Inti Deklarasi Balfour 1917 adalah hasil persahabatan unik antara Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur Balfour dan seorang aktivis gerakan Sionis Chaim Weizmann, yang kemudian menjadi Presiden Organisasi Sionis Sedunia, bahkan menjadi Presiden pertama Negara Israel pada tahun 1948. Kedua pria itu sangat berpengaruh dan efektif di dalam karir masing-masing, dan bersamaan telah menjadi mitra yang sangat kuat dalam mengubah arah sejarah yang menghasilkan kelahiran bangsa Israel.
Balfour adalah seorang Kristen Injili yang menulis beberapa buku termasuk Foundations of Belief (Dasar Iman), di mana dia mengungkapkan pengajaran dasar Firman Tuhan. Dia sangat percaya nubuatan-nubuatan Alkitab tentang pemulangan bangsa Yahudi ke Israel sebagai langkah penting dalam persiapan dunia untuk kedatangan kedua Yesus di akhir zaman. Dia menjadi Perdana Menteri Inggris dari 1902 sampai 1905. Kemudian dia menjadi Menteri Luar Negeri di bawah David Lloyd George, Perdana Menteri Inggris selama Perang Dunia Ke-I.
Weizmann adalah seorang Sionis yang sangat semangat yang sering berkomunikasi dengan pelopor gerakan Sionis, Theodore Herzl, di Inggris dan Eropa. Dia sangat ingin untuk meningkatkan jumlah kibbuts (perkebunan Yahudi secara kolektif) di Palestina. Gerakan itu memang telah mulai dengan adanya penganiayaan terhadap masyarakat Yahudi di Rusia dan Eropa Timur. Mereka telah menemukan tempat aman dengan pindah ke Palestina dan membangun kibbuts-kibbuts di sana, khususnya di daerah Galilea.
Walaupun hasil karya Balfour dalam pemerintahan Inggris adalah banyak, namun, menjelang kematiannya, dia menyatakan bahwa hasil utama hidupnya adalah Deklarasi Balfour yang mendukung pemulangan bangsa Yahudi ke tanah airnya. Dalam hal ini dia telah merasa dirinya serupa Raja Farsi, Koresh, yang membebaskan bangsa Yahudi kembali ke Yerusalem pada zaman Daniel, Ezra dan Nehemia.
Palestina sebagai Mandat Inggris
Sebelum Perang Dunia Ke-1, Palestina telah di bawah kekuasaan Turki (Ottoman) sejak tahun 1453. Karena Turki menjadi sekutu Jerman pada Perang Dunia Ke-1, Inggris telah menyerangnya dari Mesir dan melalui wilayah Palestina. Zaman itu penuh drama. Jenderal Inggris, Edmund Allenby merebut Yerusalem dari Turki. Pada waktu Perang Dunia menuju kesudahannya, Palestina dinyatakan sebagai Wilayah Perlindungan Inggris. Karena itu, Inggris harus memutuskan bagaimana cara memerintah wilayah tersebut dan bagaimana mengimplementasi Deklarasi Balfour yang menjanjikan tanah air kepada bangsa Yahudi di Palestina. Pemulangan Yahudi ke Palestina telah kelihatan sebagai solusi terbaik.
Deklarasi Balfour telah memulai proses yang mengubah pemulangan Yahudi dari rintik-rintik menjadi hujan deras sehingga untuk pertama kali dalam 1800 tahun ada gerakan serius untuk pemulangan massal bangsa Yahudi ke tanah Israel. Banyak ahli nubuatan Alkitab telah melihat peristiwa ini sebagai tanda penggenapan berbagai nubuatan Alkitab dan awal dari suatu masa atau suatu abad yang disebut “zaman akhir”.
Walaupun ada banyak orang percaya melihat hal-hal ini sebagai langkah positif yang akan mempercepat kedatangan kembali Yesus, ternyata masih ada sebagian nubuatan tentang Israel dan Yahudi yang belum digenapi. Di samping itu, Setan pun tidak senang untuk nubuatan-nubuatan itu digenapi karena itu adalah tanda bahwa kekalahan akhirnya mendekat. Oleh karena itu dia juga turut aktif agar semuanya ini tidak terjadi. Sejak waktu itu damai sudah diambil dari dunia. Perang dan terorisme terjadi di berbagai tempat. Namun Setan tidak akan mampu menghalangi rencana Yesus dan Dia pasti akan kembali tepat waktunya. Yang penting adalah bahwa kita adalah siap untuk menyambut Yesus waktu Dia kembali.
Artikel ini merupakan sambungan dari Sionisme & Gerakan Pemulihan Israel (1878-1948)
Bersambung ke Nubuatan, Holocaust, Perang dan Kemerdekaan Israel